Sabtu, 27 Oktober 2018

Aspek Hukum dalam Pembangunan

MAKALAH
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN


Disusun oleh:
Kelompok 4
4TA01

1.                   Akmal Amrullah                                                         (10315435)
2.                   Lia Lilyana Ariani                                                       (13315817)
3.                   Lita Mutia Sari                                                            (13315852)
4.                   Maajid Jati Laksamana                                               (13315974)
5.                   Mei Panita Sari                                                            (14315115)
6.                   Muhammad Fiqri Firdaus Soleh                                 (14315603)
7.                   Retno Regita Pramesti                                                            (15315790)
8.                   Rischa Andriani Permata Putri                                   (16315051)



Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Gunadarma
2018
                                         


MATERI 1
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN


1.                       Uraian Umum
Hukum merupakan perangkat instrumen yang berada di tangan sebuah institusi kekuasaan yang berfungsi untuk mengontrol perilaku warga dalam kehidupan sehari-hari. Hukum berperan sebagai instrument control yang tak pernah berharap kesediaan warga untuk secara sukarela menaatinya serta pelaksanaanya disertai ancaman sanksi atau diartikan menyediakan sanksi untuk orang yang melanggar hukum. Pembangunan di suatu Negara yang baik merupakan suatu pembangunan yang dilakukan secara komprehensif yaitu memiliki ruang lingkup luas dan tidak berpaku serta berpegang dengan hukum-hukum yang sudah ada.
Selain mengejar pertumbuhan ekonomi semata, pembangunan juga harus memperhatikan pelaksanaan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia warga negaranya yang telah diatur dalam konstitusi negara yang bersangkutan, baik hak-hak sipil, maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pembangunan nasional yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh Pemerintah akan mampu menarik lahirnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Berbagai studi mengenai hukum dan pembangunan dapat diketahui, setidaknnya ada lima kualitas hukum yang kondusif bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, yaitu:
1.        Stabilitas (stability)
2.        Dapat diramalkan (predictability)
3.        Keadilan (fairness)
4.        Pendidikan (education)
5.        Pengembangan profesi hukum (the special development abilities of the lawyer)
Stabilitas dan predictability merupakan prasyarat untuk berfungsinya sistem ekonomi. Predictability sangat berperan terutama bagi negara-negara yang masyarakatnya baru memasuki hubungan-hubungan ekonomi melintasi lingkungan sosial tradisional mereka. Sedangkan stabilitas berarti hukum berpotensi untuk menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.

1.1                   Istilah-Istilah Dalam Pembangunan 
Terdapat beberapa istilah dalam pembangunan diantaranya berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:          
1.                       Jasa Konstruksi
Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.
2.                       Pekerjaan Konstruksi
Keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan atau pelaksanaan serta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
3.                       Pengguna Jasa
Pengguna jasa adalah perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
4.                       Penyedia Jasa
Penyedia jasa adalah perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi.
5.                       Kontrak Jasa
Kontrak jasa adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
6.                       Kegagalan Bangunan
Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa.


7.                       Forum Jasa Konstruksi
Forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa konstruksi dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri.
8.                       Registrasi
Registrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan tertentu, perseorangan, dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat.
9.                       Perencana Konstruksi
Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
10.                   Pelaksana Konstruksi
Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.
11.                   Pengawas Konstruksi
Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.



Istilah-istilah lain dalam suatu pembangunan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.                       Proyek
Proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang menggunakan berbagai sumber daya yang dibatasi dimensi waktu dan biaya untuk mewujudkan gagasan serta tujuan yang telah ditetapkan.
2.                       Peserta lelang
Peserta lelang adalah rekanan yang bergerak dalam bidang jasa pemborongan, yang berhak mengikuti  dan hadir pada saat pelelangan.
3.                       Rekanan
Rekanan adalah badan hukum yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi yang berhak mengikuti prakualifikasi dan pelelangan.
4.                       Kontraktor
Kontraktor adalah badan hukum yang mengajukan penawaran harga pekerjaan yang telah ditunjuk oleh pemilik atau pemimpin proyek dan telah menandatangani kontrak untuk melaksanakan pekerjaan. 
5.                       Kontrak
Kontrak adalah suatu perikatan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dan isi kontrak telah disepakati oleh pemberi kerja dan mitra kerja, setelah ditanda tangani merupakan hukum bagi kedua belah pihak yang menandatangani.
6.                       Dokumen kontrak
Dokumen kontrak adalah suatu dokumen yang memuat persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan pekerjaan  yang diperjanjikan, sesuai dengan dokumen pengadaannya.
7.                       Dokumen Pengadaan
Dokumen pengadaan adalah suatu dokumen yang memuat persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan pekerjaan  yang terdiri dari:
a.              Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS)
b.             Gambar-gambar pekerjaan
c.              Perubahan-perubahan RKS dan gambar-gambar pekerjaan
d.             Berita acara penjelasan pekerjaan dan peninjauan lapangan berupa perubahan-perubahannya.
8.                       Dokumen Pelelangan
Dokumen pelelangan adalah dokumen pengadaan yang digunakan dalam suatu pelelangan pekerjaan yang diterbitkan oleh pemilik.
9.                       Engginer’s Estimate (EE) atau Estimasi Perencanaan
Estimasi perencanaan adalah perkiraan biaya pekerjaan proyek atau bagian proyek yang dibuat oleh perencana atau konsultan.
10.                   Owner’s Estimate (OE) atau Estimasi Pemilik
Estimasi pemilik adalah perkiraan biaya pekerjaan proyek atau bagian proyek yang dibuat oleh panitia yang merupakan peninjauan kembali Engineer’s Estimate (EE) disahkan oleh pemimpin proyek.
11.                   Kolusi
Kolusi adalah persengkongkolan antara pihak yang kuasa dengan pihak yang berkepentingan, atau dengan maksud saling menguntungkan yang berakibat merugikan negara dan masyarakat.
12.                   Pelelangan Umum
Pelelangan umum adalah pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa, media cetak, dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luar dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
13.                   Pelelangan Terbatas
Pelelangan terbatas adalah pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh sekurang-kurangnya lima rekanan yang tercantum dalam daftar rekanan terseleksi (DRT) yang dipilih diantara rekanan yang tercatat dalam daftar rekanan mampu (DRM) sesuai dengan bidang usaha atau ruang lingkupnya atau kualifikasi kemampuannya dengan pengumuman secara luas, melalui media massa, media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha dapat mengetahuinya.
14.                   Pemilihan Langsung
Pemilihan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas yang dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3 penawar  dan melakukan negoisasi, baik treknis maupun harga, sehingga diperoleh harga yang wajar dan teknis yang dapat dipertanggungjawabkan dari rekanan yang tercatat dalam daftar rekanan mampu (DRM), sesuai bidang usaha, ruang lingkupnya, atau kualifikasi kemampuannya.
15.                   Pengadaan langsung
Pengadaan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan diantara rekanan golongan ekonomi lemah tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas atau langsung.

1.2                   Dasar Hukum Konstruksi
Dasar hukum konstruksi yang digunakan di Indonesia adalah UU RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Pembangunan prasarana dan sarana meningkat sejak 1970. Banyak perkembangan mengenai peraturan yang berkaitan dengan jasa konstruksi. Peraturan yang berkaitan dengan jasa konstruksi yaitu sebagai berikut:
1.                       Pedoman pelaksanaan jasa konstruksi yang terakhir adalah UU RI No.18 Tahun 1999
2.                       Persetujuan DPR RI: 30 April 1999
3.                       Diundangkan: 7 Mei 1999
4.                       Efektif: 7 Mei 2000 terdiri dari 12 Bab dan 46 Pasal

1.3                   Kontrak Kerja Konstruksi
Dalam pasal 1313 KUHP Perdata berbunyi “ Suatu perjanjian adalah suatu pembuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih”, sedangkan kontrak kerja konstruksi itu sendiri cukup jelas pengertiannya dalam Undang undang tentang jasa konstruksi No. 18/1999 yang menyatakan bahwa kontrak kerja konstruksi adalah “ Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”.
Hal-hal yang mendasari sahnya suatu kontrak atau perjanjian, menurut Salim H.S.,S.H.,M.S. dalam bukunya “Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak” menurut pasal 1320 KUHP Perdata sebagai berikut:
1.                       Kesepakatan kedua belah pihak, syarat pertama sahnya suatu kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus kedua belah pihak, hal ini diatur dalam pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata bahwa yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnnya yang sesuai itu adalah pernyataannnya, karena kehendak itu sendiri tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain.
2.                       Kecakapan bertindak adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hokum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hokum. Maka dari itu, orang orang yang akan mengadakan ataupun yang menandatangani perjanjian haruslah orang orang yang cakap dan mempunyai wewenang hukum untuk melakukan perbuatan hokum sebagaimana ditentukan oleh Undang - Undang.
3.                       Adanya objek perjanjian didalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian), prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur (Yahya harahap, 1986 : 10 ; Mertokusumo, 1987 : 36).
4.                       Adanya causa yang halal dalam pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai KUH yang halal didalam pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan Undang - Undang kesusilaan dan ketertiban umum.
Proses awal pembuatan suatu kontrak kerja konstruksi tim penyusun ingin memberikan saran walaupun mengenai pengaturan ini telah diatur secara minimal khususnya dalam bagian ketiga mengenai kontrak konstruksi pasal 22 UU No. 18/1999, saran tersebut adalah sebagai berikut :
1.                       Membuat kontrak kerja konstruksi secara jelas, tegas , cermat, dan terperinci.
2.                       Memperhatikan subjek hukum yang akan mengadakan atau menandatangani perjanjian karena apabila subjek hukumnya tidak layak atau tidak berwenang melakukan perbuatan hukum maka akan berakibat pula pada batalnya kontrak yang telah dibuat.
3.                       Pembuatan dengan detail dan terperinci mengenai klausula pilihan hukum apabila terjadi sengketa hal ini sangat penting untuk menghindari keragu raguan hukum akibat samarnya penerapan klausa pilihan hukum yang hanya akan mengakibatkan berlarut larutnya penyelesaian sengketa      apabila timbul sengketa.
4.                       Pembuatan  dengan  detail  klausula  mengenai  proses  dan  tata cara  pengajuan  klaim.
5.                       Pembuatan dengan detail mengenai klausula keadaan memaksa atau force majeure, hal ini untuk menghindari salah penafsiran atas suatu keadaan memaksa diluar kendali para pihak karena apabila keadaan memaksa ini timbul bisaanya para pihak lebih diliputi oleh perasaan emosi daripada logika atas suatu peristiwa yang terjadi.
6.                       Secara umum kontrak kerja yang akan dibuat tentunya haruslah mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku. Peraturan yang mengatur mengenai dunia konstruksi diantaranya UU No. 18/1999 Tentang Jasa Konstruksi, PP No.28/2000 Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, PP No. 29/2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstriksi, PP No. 30/2000 Tentang Pembinaan Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, UU No. 30/2000 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian  Sengketa    dan Peraturan-peraturan perundangan lainnya.
7.                       Beberapa peraturan lain yang terkait dengan bangunan yang perlu diperhatikan adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan, dan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
8.                       Berkonsultasi kepada para ahli sebelum menandatangani suatu kontrak atau perjanjian karena bisaanya dalam suatu kontrak terdapat bahasa atau istilah yang memiliki penafsiran berbeda.


























MATERI 2
PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


2.                       Uraian Umum
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang terus menerus dilakukan untuk menuju perbaikan disegala bidang kehidupan masyarakat dengan berdasarkan pada seperangkat nilai yang dianut, yang menuntun masyarakat untuk mencapai tingkat kehidupan yang didambakan. Pembangunan disini lebih diarahkan pada pembangunan potensi, inisiatif, daya kreasi, dan kepribadian dari setiap warga masyarakat. Melalui pembangunan, masyarakat diharapkan semakin mampu mengelola alam bagi peningkatan kesejahteraanya. Pembangunan menuntut orientasi masa depan bagi kelestarian manusia dan alam.
Pembangunan nasional adalah suatu rangkaian upaya pembangunan yang dilakukan secara berkesinambungan dalam semua bidang kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional. Pembangunan nasional dilakukan dalam rangka merealisasikan tujuan nasional seperti yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan segenap tumpah darah indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pelaksanaan pembangunan mancakup aspek kehidupan bangsa, yaitu aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju. Oleh karena itu, sesungguhnya pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara benar, adil, dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggara negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.


2.1                   Prioritas Pembangunan Nasional dalam Bidang Infrastruktur
   Berdasarkan literatur ekonomi pembangunan, infrastruktur merupakan pondasi dasar dalam pertumbuhan ekonomi dan sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandar udara, dan kereta api, maka akan mampu meningkatkan konektifitas dan menurunkan biaya logistik sehingga produk-produk lokal bisa bersaing dengan produk impor. Apalagi pembangunan infrastruktur di bidang energi, listrik, telekomunikasi, bendungan dan irigasi, diharapkan dapat meningkatkan kemandirian bangsa ini dan menjadi fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya.
            Pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan usaha yang dilakukan sebagai langkah untuk membangun manusia Indonesia. Hal ini mengandung arti bahwa setiap kebijakan
yang akan diambil yang berkaitan dengan pembangunan harus tertuju pada pembangunan yang merata di seluruh wilayah Indonesia dan diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat agar hasil pembangunan tersebut benar-benar dapat
dirasakan oleh masyarakat sehingga pada akhirnya dapat berdampak terhadap perbaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia.
            Tujuan pembangunan pada dasarnya adalah untuk menciptakan kemajuan dibidang sosial dan ekonomi secara berkesinambungan, tanpa mengabaikan persamaan hak dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pembangunan infrastruktur dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu:
1.                       Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan memperluas lapangan kerja.
2.                       Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
3.                       Meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil.
Berkaitan dengan prioritas dan sasaran Pembangunan Nasional yang menjadi fokus pemerintah antara lain mencakup:
1.                       Pembangunan ekonomi, menitikberatkan pada usaha peningkatan pendapatan masyarakat dalam berbagai kegiatan ekonomi potensial, meningkatkan produktifitas pertanian dan non pertanian, memperbaiki efisiensi dan meningkatkan pertumbuhan industri dan sektor-sektor pelayanan publik secara meluas.
2.                       Pembangunan lingkungan, bertujuan untuk memelihara keseimbangan ekologi untuk menciptakan kondisi alamiah lingkungan yang ramah dan bersahabat.
3.                       Pembangunan kelembagaan yakni mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan, memperbaiki tata kerja administratif, desentralisasi dan mobilisasi sumber daya, penguatan lembaga.
4.                       Pembangunan fisik dan sosial, diantaranya adalah memperbaiki serta meningkatkan kualitas pendidikan, serta mengembangkan keahlian tenaga kerja dan memperbaiki kualitas fasilitas pelayanan dan infrastruktur (Adisasmita, 2013:35).

2.2         Pembangunan Infrastruktur dan Peranannya
1.                       Pembangunan Infrastruktur
              Pembangunan Infrastruktur dilaksanakan berdasarkan kebutuhan dan tingkat kepentingan, sehingga diperlukan skala prioritas pembangunannya, ada yang cukup dilaksanakan sekali saja dengan perawatan yang berlanjut, namun juga ada yang sifatnya dinamis dan berpeluang berkembang. Dalam setiap pembangunan jenis infrastruktur tidak dapat terlepas begitu saja terhadap infrastruktur yang sudah ada maupun kemungkinannya untuk rencana pengembangan kedepan, sehingga perlunya dibuat Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), RUTR adalah acuan yang perlu dipahami dan secara konsisten harus dapat dilaksanakan sesuai yang ditetapkan.
              Peta asta gatra (geografi, demografi dan kondisi sosial) suatu wilayah baik yang berupa informasi tektual maupun peta rupa bumi adalah merupakan sumber informasi yang perlu diketahui dan diantisipasi dalam saat pembuatan RUTR maupun RUTRW karena dari data tersebut dapat diantisipasi tingkat kebutuhan saat sekarang dan yang akan datang, dengan demikian khususnya bagi pengembangan wilayah (RUTRW) sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan mulai dari awal secara terprogram dan antisipatif serta perlunya masukan dari beberapa institusi terkait termasuk Departemen Pertahanan didalam perencanaannya agar didalam pembangunannya terjadi keharmonisan dan tidak tumpang tindih, siapa berbuat apa, serta diharapkan infrastruktur yang dibangun nantinya tidak saja bermanfaat bagi pengguna tapi juga mampu berperan dalam situasi negara dalam keadaan normal maupun darurat. Sedangkan bagi wilayah yang tingkat dinamikanya tinggi seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya diperlukan pemikiran untuk perlunya relokasi atau pembagian wilayah secara bertahap, misalnya dimana pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan pemukiman sehingga arus pemanfaatannya akan maksimal, praktis, ekonomis dan efisien.
              Saat ini masih sering terlihat dalam setiap pembangunan dan pengembangan infrastruktur berjalan sendiri-sendiri, tidak ada koordinasi dengan pemerintah, khususnya tentang bagaimana aturan yang berlaku dan spesifikasi teknis baku misalnya irigasi, jalan, telekomunikasi, kelistrikan, kesehatan, pengaruh imbal balik dari dan ke wilayah disekitarnya yang baik serta layak untuk diterapkan. Terkadang pengembang hanya membangun sekedar pemenuhan syarat kelengkapan semata (bukan kelayakan) dan pemerintah kurang peduli, sehingga yang terjadi hanyalah munculnya sebuah bangunan yang kurang dapat dipertangungjawabkan kualitasnya dan termasuk bangunan vital seperti : pusat distribusi listrik, menara telekomunikasi, gudang amunisi, pabrik bahan kimia, saluran pembuangan limbah beracun dan berbahaya dan lain-lain yang berada di sekitar pemukiman padat tanpa adanya unsur pertahanan dan keamanan yang memadai. Hal demikian sangat mengganggu kenyamanan masyarakat setempat dan juga merupakan hal rawan yang dapat dimanfaatkan. Kondisi seperti ini akan terus berlanjut selama tidak adanya aturan baku serta kurangnya kepedulian pemerintah dalam menyikapi dampak negatif dari setiap pembangunan infrastruktur.
              Pemerintah harus peduli dan perlu menerbitkan serta mensosialisasikan aturan dan spesifikasi teknis baku terhadap semua jenis infrastruktur yang akan dibangun beserta sangsi tegas bagi pengembang bilamana aturan yang ada dilanggar. Pemerintah dalam menyikapi dan mengambil kebijaksanaan terhadap pemanfaatan infrastruktur yang ada kurang peduli, hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan infrastruktur yang ada sering melenceng dari tujuannya misalnya perilaku angkutan kota (seperti angkot, bus, kereta api), shelter, pasar, badan jalan, jalur hijau, trotoar, jembatan penyeberangan, pencurian listrik dan lain-lain).
2.                       Peranannya
Pembangunan infrastruktur tentu didasarkan atas gagasan, maksud dan tujuan tidak saja bermanfat untuk suatu golongan saja namun harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Tolak ukur keberhasilan pembangunan infrastruktur adalah sejauh mana pemanfaatan dan dampaknya terhadap dinamika pembangunan ekonomi masyarakat meningkat. Keterkaitan fungsi diantara infrastruktur yang ada sangat menentukan tingkat kemanfaatannya.

2.3         Kebijakan Pemerintah dalam Infastruktur
Pembangunan infrastruktur memang menjadi prioritas. Peran pemerintah sebagai yang bertanggung jawab atas perkembangan dan kemajuan negara sangatlah penting. Oleh karena itu, kebijakan pemerintahan yang baik menentukan hasil dan kemajuan sebuah negara. Saat ini di Indonesia terdapat 245 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sedang digarap oleh pemerintah, termasuk di dalamnya 37 proyek prioritas. Seluruh proyek tersebut terbagi ke dalam 15 sektor dan 2 program, seperti sektor jalan, pelabuhan, kereta api, bandar udara, bendungan, energi, listrik dan telekomunikasi. Seluruh infrastruktur tersebut dibangun secara simultan agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara serentak di beberapa kawasan strategis di Indonesia seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).Berdasarkan pengalaman dalam fasilitasi dan pendampingan pembangunan infrastruktur yang dilakukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), terutama yang masuk dalam PSN dan proyek prioritas, Berikut kebijakan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan persoalan serta peran pemerintah di Indonesia antara lain:

1.                       Persoalan pembebasan lahan
Isu pembebasan lahan hingga kini masih menjadi faktor penghambat terbesar dalam pembangunan infrastruktur, menyumbang sebesar 30% dari seluruh masalah pembangunan infrastruktur. Persoalan pembebasan lahan banyak ditemukan di berbagai proyek infrastruktur di Indonesia. Pembebasan lahan merupakan langkah mendasar dalam pembangunan. Jika masalah pembebasan lahan belum selesai, maka tahap pembangunan berikutnya tidak dapat berjalan. Persoalan yang muncul dalam pembebasan lahan meliputi kurangnya alokasi dana pembebasan lahan dan lambatnya proses pengadaan lahan. Sebelum kewenangan diberikan kepada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN), pembiayaan pembebasan lahan tersebar di masing-masing Kementerian/ Lembaga yang menyebabkan kurang berjalan efektif dan efisien. Setelah ditetapkannya BLU LMAN sebagai satu-satunya badan yang membiayai pembebasan lahan untuk PSN, maka proses pembebasan lahan menjadi lebih terkoordinir dengan baik dan cepat. Selain itu, hadirnya UU no.2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum juga turut memudahkan proses pembebasan lahan.
2.                       Pembangunan infrastruktur perencanaan dan penyiapan proyek, ini menempati urutan kedua yang berkontribusi sebesar 27% dalam masalah pembangunan infrastruktur. Persoalan dalam perencanaan dan penyiapan proyek ini terkait dengan masalah koordinasi antar stakeholder proyek dan kualitas dokumen proyek. Pembangunan infrastruktur melibatkan banyak pihak, mulai dari penanggung jawab proyek, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, pemerintah desa, hingga masyarakat secara langsung, menyebabkan sulitnya mencari titik temu dalam merencanakan proyek secara matang. Belum lagi ketika berbicara tentang ego sektoral dimana masing-masing sektor merasa memiliki kewenangan besar dalam pembangunan infrastruktur, seringkali menyebakan kebuntuan.
3.                       Keberadaan lembaga yang memiliki fungsi koordinatif seperti KPPIP mampu menjadi solusi dalam mengatasi persoalan koordinasi antar sektor. Sentralisasi lembaga seperti ini juga telah diterapkan dalam beberapa urusan tertentu seperti pembebasan lahan yang saat ini tersentralisir melalui BLU LMAN, perijinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan juga sentralisasi dalam hal investasi melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pembentukan lembaga-lembaga sentral untuk menangani urusan tertentu inilah yang ke depan dapat meningkatkan percepatan dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pemerintah saat ini juga tengah menyiapkan kebijakan satu peta (one map policy) agar tidak terjadi perbedaan rencana tata ruang di Indonesia. Persoalan lain dalam hal perencanaan dan penyiapan proyek adalah pada partisipasi swasta. Sejak awal rencana pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak ingin membebankan APBN. Dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di RPJMN 2015-2019 disebutkan bahwa dari kebutuhan pendanaan infrastruktur sebesar Rp 4.197 triliun, sebesar 55% diharapkan berasal dari investasi badan usaha swasta. Untuk itu diperlukan dokumen proyek yang layak dan bisa memberikan penjelasan kepada swasta. Kualitas desain proyek selama ini dianggap kurang meyakinkan para investor untuk berinvestasi dalam proyek pembangunan infrastruktur. Selain itu desain proyek yang dibuat belum memenuhi standar internasional. Untuk itulah KPPIP mendapat mandat salah satunya untuk menyiapkan dokumen desain penyiapan proyek berstandar internasional dalam bentuk dokumen pra studi kelayakan atau Outline Business Case (OBC) dan penetapan skema pendanaan. Dalam dokumen penyiapan proyek tertera berbagai keterangan informasi mengenai proyek, seperti nilai investasi, tingkat pengembalian investasi, keuntungan finansial yang akan didapat, termasuk di dalamnya adalah fasilitas yang ditawarkan pemerintah serta proyeksi resiko investasi.
4.                       Pendanaan berkontribusi sebesar 25% dari seluruh masalah infrastruktur. Dalam hal skema pendanaan ini terdapat 4 skema yang ditetapkan pemerintah yaitu APBN, BUMN, baik atas inisiatif korporasi maupun penugasan dari pemerintah, swasta, dan terakhir skema pendanaan Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Pemerintah juga telah memberikan berbagai instrumen pendanaan infrastruktur yang dapat menarik minat investor swasta terutama dalam skema KPBU seperti jaminan Pemerintah, pembayaran Availability Payment, dan dukungan konstruksi seperti Viability Gap Fund (VGF). Selain itu juga terdapat beberapa instrumen pasar modal yang dikembangkan untuk infrastruktur seperti Kontrak Investasi Kolektif (KIK) Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA). Pemerintah juga sedang menyiapkan skema baru berbentuk LCS (Limited Concession Scheme) yaitu pembiayaan proyek melalui sumber dana swasta atas pemberian konsesi dari suatu aset infrastruktur milik Pemerintah atau BUMN yang sudah beroperasi kepada pihak swasta terkait untuk dioperasikan atau dikelola. Tujuannya agar pembangunan infrastruktur yang sudah jalan dapat dikembangkan lagi asetnya oleh swasta, dan uangnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang lain.
Berdasarkan kebijakan pemerintah yang telah dibuat dan direncanakan, tentunya selalu ada pro dan kontra, kelebihan serta kekurangan atas keputusan tersebut. Beberapa kritik dan isu yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam penyusunan kebijakan infrastruktur. Pertama, sejak tahun 2005, pemerintah sudah memulai membuat kebijakan mengenai infrastruktur, yaitu peningkatan peran swasta dalam pembangunan infrastruktur. Sebenarnya kebijakan ini bagus dan sangat realistis karena kehadiran swasta diperlukan pada saat anggaran pemerintah mengalami keterbatasan.
Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan bahwa dana untuk pembangunan infrastruktur kurang dan tidak bisa diambil dari dana APBN saja. Namun, pada perkembangan selanjutnya yaitu Tahun 2005 sampai sekarang. Kebijakan ini hanya menjadi kebijakan tertulis tanpa ada implementasi dan realisasi dari kebijakan tersebut. Sudah dapat dipastikan bahwa hasil dari kebijakan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Selama ini peran swasta sama sekali belum dirasakan memadai, bahkan bisa dikatakan hampir nihil karena paket kebijakan tersebut sepertinya hanya berada pada tataran konsep saja. Implementasi paket kebijakan infrastruktur menjadi lebih penting dari sekadar konsep.
Kedua, paket kebijakan pemerintah yang sangat krusial dan paling sulit adalah dalam hal pengadaan tanah. Dalam pengadaan tanah ini pemerintah hampir bisa dikatakan tidak bisa menyelesaikan secara maksimal. Hal ini terjadi karena pemerintah harus berhadapan dengan dinamika transisi demokrasi kurang terarah dan eforia reformasi yang ada di dalam masyarakat. Masyarakat, atas nama reformasi, berani menentang dan memberontak keras terhadap berbagai inisiatif yang datang dari negara. Ketika pembangunan infrastruktur melewati tanah rakyat, negosiasi sangat sulit dilakukan, padahal kebutuhan barang publik begitu mendesak. Hal sederhana saja, seperti yang terjadi pada pembangunan jalan tol menuju ke Bandara Surabaya yang sampai saat ini belum selesai. Bahkan, fenomena ini dijadikan ajang praktik percaloan oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab dengan menaikkan harga tanah setinggi-tingginya.Tentu saja hal ini tidak benar dan merupakan praktik pemerasan terhadap negara. Jika dahulu terjadi pemerasan kepada rakyat, sekarang sebaliknya. Negara menjadi mandul dan tidak mampu mengembangkan fungsi publiknya secara baik.
Ketiga, pemerintah harus membuat dan mempunyai target untuk mendukung rencana induk pengembangan infrastruktur. Hal ini bisa dikatakan tidak terlalu sulit karena pemerintah sudah mempunyai cetak biru, seperti pembangunan jalan tol, pasar, saluran air, dan jembatan.
Keempat, masalah lain yang kemudian muncul dalam kebijakan pembangunan infrastruktur adalah masalah kelembagaan dan regulasi. Untuk masalah ini, pemerintah sudah membentuk semacam komisi pengembangan infrastruktur. Kelembagaan baru ini semestinya lebih produktif memfasilitasi koordinasi antarmenteri atau departemen. Akan tetapi, semua itu bermuara pada implementasi di lapangan. Justru kelemahan selama ini adalah dalam implementasi kebijakan yang langsung pada injeksi modal dan memulai proyek.
Kebijakan yang selama ini sudah ada tampaknya belum dapat diimplementasikan dengan baik. Sebagai contoh, Pemerintah Kabupaten Malang, Jawa Timur, berupaya keras melakukan pembebasan tanah di jalur selatan yang menghubungkan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Apa yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Malang tidak didukung oleh kinerja pemerintah pusat sehingga pembangunan tersebut berhenti. Dari apa yang telah dikemukakan di atas, sudah saatnya pemerintah bergerak dalam tataran praktis strategis bukan hanya pada tataran konsep. Di samping itu, apa yang menjadi kebijakan pemerintah dalam upaya pembangunan perekonomian bangsa harus didukung oleh semua elemen masyarakat tanpa terkecuali sehingga tercipta sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.














MATERI 3
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)


3.                       Fungsi dan Peran APBN
3.1                   Fungsi APBN
1.                       APBN sebagai alat mobilisasi dana investasi
          APBN di negara-negara sedang berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu, besarnya tabungan pemerintah pada suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary).
2.           APBN sebagai alat stabilisasi ekonomi
a.       Pemerintah menentukan beberapa kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Anggaran belanja dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi penerimaan total.
b.       Tabungan pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan.
c.       Basis perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
d.      Prioritas harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatasi.
e.       Kebijaksanaan anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal sumber-sumber dalam negeri.

3.2                   Peran APBN
Peran APBN dalam pemerintahan yaitu sebagai berikut:
a.              Menciptakan kestabilan keuangan ataupun moneter negara, karena negara dapat mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat umum. Tanpa adanya APBN dan tanpa adanya kestabilan uang yang beredar di masyarakat nantinya akan membuat situasi kacau. Jika situasi sudah kacau berkaitan dengan kestabilan uang yang beredar di masyarakat, akan menyusahkan pemerintahan negara sendiri. Seperti contohnya adalah kekacauan tersebut berbentuk, masyarakat yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin, karena tidak adanya kestabilan uang yang beredar di masyarakat.
b.             Meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan cara tersebut pemerintah mampu melihat besarnya GNP dari satu tahun ke tahun yang selanjutnya.
c.              Memperlancar distribusi pendapatan. Lancarnya distribusi pendapatan berfungsi untuk mengetahui sumber dana penerimaan dan penggunaan dana untuk belanja para pegawai pemerintah. Selain itu juga dana untuk belanja barang yang dilakukan oleh pegawai pemerintahan, dan sebagainya. Oleh karena itu, para pihak yang mengatur distribusi pendapatan haruslah memastikan bahwa distribusi pendapatan atau anggaran untuk para pegawai tidak terjadi masalah.
d.             Menciptakan investasi di masyarakat. Masyarakat selanjutnya dapat mengembangkan bermacam-macam industri di dalam negeri. Masih banyak sekali SDA yang ada di Indonesia yang bisa dikembangkan oleh masyarakat. Dengan pengembangan investasi yang dikembangkan oleh masyarakat, akan membantu perekonomian masyarakat itu sendiri maupun pendapatan bagi negara. Jadi seperti simbiosis mutualisme. Simbiosis mutualisme sangatlah dibutuhkan bagi negara berkembang seperti Indonesia ini, karena jika masyarakat berkembang investasinya, tentunya negara pun berkembang juga dan pastinya mempengaruhi kedudukannya di dunia.

3.3                   Struktur APBN
Struktur APBN terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer, surplus atau defisit, dan pembiayaan. Sejak Tahun 2000, Indonesia telah menguba komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar statistik keuangan pemerintah Government Finance Statistics (GFS).         

3.3.1      Pendapatan Negara dan Hibah
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan Pajak lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor) merupakan sumber penerimaan utama dari APBN. Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan kontribusi yang lebih kecil terhadap total penerimaananggaran,jumlahnya semakin meningkat secara signifikan tiap tahunnya. Berbeda dengan sistem penganggaran sebelum tahun anggaran 2000, pada system penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan (pinjaman) tidak lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan. Dalam pengadministrasian penerimaan negara, departemen atau lembaga tidak boleh menggunakan penerimaan yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai kebutuhannya. Beberapa pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.

3.3.2      Belanja Negara      
a.            Belanja pemerintah pusat
Belanja pemerintah pusat adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah. Belanja pemerintah pusat dapat di kelompokan menjadi:
1)              Belanja pegawai
2)              Belanja barang
3)              Belanja modal
4)              Pembiayaan bunga utang
5)              Subsidi BBM dan subsidi non-BBM
6)              Belanja hibah
7)              Belanja sosial (termasuk penangulangan bencana)
8)              Belanja lainnya             
b.                       Belanja daerah
Belanja daerah adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah meliputi:
1)             Dana bagi hasil
2)             Dana alokasi umum
3)             Dana alokasi khusus
4)             Dana otonomi khusus

3.3.3      Defisit dan Surplus
Defisit atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi pengeluaran disebut surplus. Sejak tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran defisit menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary balance) dan keseimbangan umum (overall balance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total penerimaan  dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.

3.3.4      Pembiayaan
Pembiayaan disini meliputi:
a.              Pembiayaan dalam negeri meliputi pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang Negara, serta penyertaan modal Negara.
b.             Pembiayaan luar negeri, meliputi penarikan pinjaman luar negeri, terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek.
c.              Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri, terdiri atas jatuh tempo dan monatorium.

3.4         Prinsip-Prinsip Dalam APBN
              Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip, yaitu prinsip anggaran berimbang (balance budget), prinsip anggaran dinamis dan prinsip anggaran fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995).
Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan prinsip anggaran defisit.

3.4.1      Prinsip Anggaran Defisit
              Bedanya dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan dengan:
a.                       Pinjaman LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
b.                       Defisit anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN + sumber pembiayaan LN (bersih)      


3.4.2      Prinsip Anggaran Dinamis
              Ada anggaran dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan bersifat dinamis absolut apabila TP dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (DTP) terus meningkat atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri terus menurun.

3.4.3      Prinsip Anggaran Fungsional
              Anggaran fungsional berarti bahwa bantuan atau pinjaman LN hanya berfungsi untuk membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya semakin kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran. Di sini perlu kiranya diberi tolok ukur kuantitatif untuk menentukann sampai seberapa jauh makna kata “sebagai pelengkap” misalnya:
a.                       Bila nilai Ri > 50% maka bantuan atau pinjaman luar negeri sebagai sumber daya utama
b.                       Bila nilai Ri = 20% - 50% maka bantuan atau pinjaman luar negeri sebagai sumber dana  penting
c.                       Bila nilai Ri  < 20% maka bantuan atau pinjaman luar negeri sebagai sumber dana pelengkap









DAFTAR PUSTAKA



Mukti Ari, Suharja. Aspek Hukum Teknik Sipil. https://www.scribd.com/user/274919927/Ari-Mukti-Suharja (diakses 26 Oktober 2018)
Luknanto, Djoko. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU18-1999JasaKonstruksi.pdf (diakses 25 Oktober 2018)
Adnan, Indra. Aspek Hukum dalam Konstruksi. http://indraadnan92.blogspot.com/2011/08/aspek-hukum-dalam-konstruksi.html (diakses 26 Oktober 2018)
Rachbini, Didik J. Kebijakan Infrastruktur, Kritis pada Implementasi. https://pwkunpas.wordpress.com/welcome/ekonomi-kebijakan-infrastruktur-kritis-pada-implementasi/ (diakses 26 Oktober 2018)
Azhari, Adri Aswin.  Prinsip dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). http://layarasdos.blogspot.com/2014/06/prinsip-dalam-apbn-anggaran-pendapatan.html (diakses 25 Oktober 2018)
Natoras, Podani. 2015. Struktur dan Susunan APBN. http://ilmuef.blogspot.com/2015/12/struktur-dan-susunan-apbn.html (diakses 25 Oktober 2018)