MAKALAH
ASPEK
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Disusun oleh:
Kelompok 4
4TA01
1.
Akmal Amrullah (10315435)
2.
Lia Lilyana Ariani (13315817)
3.
Lita Mutia Sari (13315852)
4.
Maajid Jati Laksamana (13315974)
5.
Mei Panita Sari (14315115)
6.
Muhammad Fiqri Firdaus Soleh (14315603)
7.
Retno Regita Pramesti (15315790)
8.
Rischa Andriani Permata Putri (16315051)
Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan
Universitas
Gunadarma
2018
MATERI 1
ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
1.
Uraian Umum
Hukum merupakan perangkat instrumen yang berada di
tangan sebuah institusi kekuasaan yang berfungsi untuk mengontrol perilaku warga
dalam kehidupan sehari-hari. Hukum berperan sebagai instrument control yang tak pernah berharap kesediaan warga untuk
secara sukarela menaatinya serta pelaksanaanya disertai ancaman sanksi atau diartikan menyediakan sanksi untuk orang yang
melanggar hukum. Pembangunan
di suatu Negara yang baik merupakan suatu pembangunan yang dilakukan secara
komprehensif yaitu memiliki ruang lingkup luas dan tidak berpaku serta
berpegang dengan hukum-hukum yang sudah ada.
Selain mengejar pertumbuhan ekonomi
semata, pembangunan juga harus
memperhatikan pelaksanaan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia warga
negaranya yang telah diatur dalam konstitusi negara yang bersangkutan, baik
hak-hak sipil, maupun hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pembangunan nasional
yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh Pemerintah akan mampu menarik
lahirnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Berbagai studi mengenai
hukum dan pembangunan dapat diketahui, setidaknnya ada lima kualitas hukum yang
kondusif bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, yaitu:
1.
Stabilitas (stability)
2.
Dapat
diramalkan (predictability)
3.
Keadilan (fairness)
4.
Pendidikan (education)
5.
Pengembangan
profesi hukum (the special development abilities of the lawyer)
Stabilitas dan predictability
merupakan prasyarat untuk berfungsinya sistem ekonomi. Predictability sangat berperan terutama bagi negara-negara yang
masyarakatnya baru memasuki hubungan-hubungan ekonomi melintasi lingkungan
sosial tradisional mereka. Sedangkan stabilitas berarti hukum berpotensi untuk
menjaga keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling
bersaing.
1.1
Istilah-Istilah
Dalam Pembangunan
Terdapat beberapa istilah dalam
pembangunan diantaranya berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 adalah sebagai
berikut:
1.
Jasa Konstruksi
Jasa
konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi
pengawasan pekerjaan konstruksi.
2.
Pekerjaan
Konstruksi
Keseluruhan
atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan atau pelaksanaan serta pengawasan
yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata
lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan
atau bentuk fisik lain.
3.
Pengguna
Jasa
Pengguna
jasa adalah perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik
pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
4.
Penyedia
Jasa
Penyedia
jasa adalah perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan
jasa konstruksi.
5.
Kontrak Jasa
Kontrak jasa
adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa
dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
6.
Kegagalan
Bangunan
Kegagalan
bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserahterimakan oleh penyedia
jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan
maupun sebagian atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak
kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan
penyedia jasa dan atau pengguna jasa.
7.
Forum Jasa
Konstruksi
Forum jasa
konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa
konstruksi dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa
konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri.
8.
Registrasi
Registrasi adalah
suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan
tertentu, perseorangan, dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai
klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat.
9.
Perencana
Konstruksi
Perencana
konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang
mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik
lain.
10.
Pelaksana
Konstruksi
Pelaksana
konstruksi adalah penyedia jasa perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu
menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fisik lain.
11.
Pengawas
Konstruksi
Pengawas
konstruksi adalah penyedia jasa perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan
ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sampai selesai dan diserahterimakan.
Istilah-istilah lain dalam suatu pembangunan diantaranya adalah
sebagai berikut:
1.
Proyek
Proyek adalah
suatu rangkaian kegiatan yang menggunakan berbagai sumber daya yang dibatasi
dimensi waktu dan biaya untuk mewujudkan gagasan serta tujuan yang telah
ditetapkan.
2.
Peserta lelang
Peserta lelang
adalah rekanan yang bergerak dalam bidang jasa pemborongan, yang berhak
mengikuti dan hadir pada saat pelelangan.
3.
Rekanan
Rekanan adalah
badan hukum yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi yang berhak mengikuti
prakualifikasi dan pelelangan.
4.
Kontraktor
Kontraktor adalah
badan hukum yang mengajukan penawaran harga pekerjaan yang telah ditunjuk oleh
pemilik atau pemimpin proyek dan telah menandatangani kontrak untuk
melaksanakan pekerjaan.
5.
Kontrak
Kontrak adalah
suatu perikatan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis dan isi kontrak telah
disepakati oleh pemberi kerja dan mitra kerja, setelah ditanda tangani
merupakan hukum bagi kedua belah pihak yang menandatangani.
6.
Dokumen kontrak
Dokumen kontrak
adalah suatu dokumen yang memuat persyaratan-persyaratan dan
ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan pekerjaan yang
diperjanjikan, sesuai dengan dokumen pengadaannya.
7.
Dokumen Pengadaan
Dokumen
pengadaan adalah suatu dokumen yang memuat persyaratan-persyaratan dan
ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan pekerjaan yang
terdiri dari:
a.
Rencana kerja
dan syarat-syarat (RKS)
b.
Gambar-gambar
pekerjaan
c.
Perubahan-perubahan
RKS dan gambar-gambar pekerjaan
d.
Berita acara
penjelasan pekerjaan dan peninjauan lapangan berupa perubahan-perubahannya.
8.
Dokumen Pelelangan
Dokumen pelelangan adalah dokumen
pengadaan yang digunakan dalam suatu pelelangan pekerjaan yang diterbitkan oleh
pemilik.
9.
Engginer’s Estimate (EE) atau Estimasi
Perencanaan
Estimasi perencanaan adalah perkiraan
biaya pekerjaan proyek atau bagian proyek yang dibuat oleh perencana atau
konsultan.
10.
Owner’s Estimate (OE) atau Estimasi Pemilik
Estimasi pemilik adalah perkiraan
biaya pekerjaan proyek atau bagian proyek yang dibuat oleh panitia yang
merupakan peninjauan kembali Engineer’s
Estimate (EE) disahkan oleh pemimpin proyek.
11.
Kolusi
Kolusi adalah
persengkongkolan antara pihak yang kuasa dengan pihak yang berkepentingan, atau
dengan maksud saling menguntungkan yang berakibat merugikan negara dan masyarakat.
12.
Pelelangan Umum
Pelelangan umum adalah
pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui
media massa, media cetak, dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum
sehingga masyarakat luar dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi
dapat mengikutinya.
13.
Pelelangan Terbatas
Pelelangan terbatas adalah
pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh sekurang-kurangnya lima
rekanan yang tercantum dalam daftar rekanan terseleksi (DRT) yang dipilih
diantara rekanan yang tercatat dalam daftar rekanan mampu (DRM) sesuai dengan
bidang usaha atau ruang lingkupnya atau kualifikasi kemampuannya dengan
pengumuman secara luas, melalui media massa, media cetak dan papan pengumuman
resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat luas dunia usaha dapat
mengetahuinya.
14.
Pemilihan Langsung
Pemilihan langsung adalah
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tanpa melalui pelelangan umum atau
pelelangan terbatas yang dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3
penawar dan melakukan negoisasi, baik treknis maupun harga, sehingga
diperoleh harga yang wajar dan teknis yang dapat dipertanggungjawabkan dari
rekanan yang tercatat dalam daftar rekanan mampu (DRM), sesuai bidang usaha,
ruang lingkupnya, atau kualifikasi kemampuannya.
15.
Pengadaan langsung
Pengadaan langsung adalah
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan diantara rekanan golongan
ekonomi lemah tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas atau
langsung.
1.2
Dasar Hukum Konstruksi
Dasar
hukum konstruksi
yang digunakan di Indonesia
adalah UU RI No.18 Tahun 1999
Tentang
Jasa
Konstruksi. Pembangunan prasarana
dan sarana meningkat sejak 1970. Banyak perkembangan
mengenai peraturan yang berkaitan dengan jasa konstruksi. Peraturan yang berkaitan
dengan jasa konstruksi yaitu sebagai berikut:
1.
Pedoman pelaksanaan
jasa konstruksi yang terakhir adalah UU RI No.18 Tahun 1999
2.
Persetujuan DPR
RI: 30 April
1999
3.
Diundangkan: 7 Mei 1999
4.
Efektif: 7 Mei
2000 terdiri dari 12 Bab dan 46 Pasal
1.3
Kontrak Kerja Konstruksi
Dalam pasal 1313 KUHP Perdata berbunyi “ Suatu perjanjian
adalah suatu pembuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya
terhadap satu orang atau lebih”, sedangkan kontrak kerja konstruksi itu sendiri
cukup jelas pengertiannya dalam Undang undang tentang jasa konstruksi No.
18/1999 yang menyatakan bahwa kontrak kerja konstruksi adalah “ Keseluruhan
dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa
dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”.
Hal-hal yang mendasari sahnya suatu kontrak atau
perjanjian, menurut Salim H.S.,S.H.,M.S. dalam bukunya “Hukum Kontrak Teori dan
Teknik Penyusunan Kontrak” menurut pasal 1320 KUHP Perdata sebagai berikut:
1.
Kesepakatan kedua belah pihak, syarat pertama sahnya suatu kontrak
adalah adanya kesepakatan atau konsensus kedua belah pihak, hal ini diatur
dalam pasal 1320 ayat 1 KUH Perdata bahwa yang dimaksud dengan kesepakatan
adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan
pihak lainnnya yang sesuai itu adalah pernyataannnya, karena kehendak itu
sendiri tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain.
2.
Kecakapan bertindak adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan hokum. Perbuatan
hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hokum. Maka dari itu, orang
orang yang akan mengadakan ataupun yang menandatangani perjanjian haruslah
orang orang yang cakap dan mempunyai wewenang hukum untuk melakukan perbuatan
hokum sebagaimana ditentukan oleh Undang - Undang.
3.
Adanya objek perjanjian didalam berbagai literatur disebutkan bahwa
yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian), prestasi
adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur
(Yahya harahap, 1986 : 10 ; Mertokusumo, 1987 : 36).
4.
Adanya causa yang halal dalam pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan
mengenai KUH yang halal didalam pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa
yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan Undang
- Undang kesusilaan dan ketertiban umum.
Proses awal pembuatan suatu kontrak kerja konstruksi tim penyusun ingin
memberikan saran walaupun mengenai pengaturan ini telah diatur secara minimal
khususnya dalam bagian ketiga mengenai kontrak konstruksi pasal 22 UU No.
18/1999, saran tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Membuat kontrak kerja konstruksi secara jelas, tegas , cermat, dan
terperinci.
2.
Memperhatikan subjek hukum yang akan mengadakan atau menandatangani
perjanjian karena apabila subjek hukumnya tidak layak atau tidak berwenang
melakukan perbuatan hukum maka akan berakibat pula pada batalnya kontrak yang
telah dibuat.
3.
Pembuatan dengan detail dan terperinci mengenai klausula pilihan hukum
apabila terjadi sengketa hal ini sangat penting untuk menghindari keragu raguan
hukum akibat samarnya penerapan klausa pilihan hukum yang hanya akan
mengakibatkan berlarut larutnya penyelesaian sengketa apabila timbul sengketa.
4.
Pembuatan dengan detail
klausula mengenai proses
dan tata cara pengajuan
klaim.
5.
Pembuatan dengan detail mengenai klausula keadaan memaksa atau force majeure, hal ini untuk menghindari
salah penafsiran atas suatu keadaan memaksa diluar kendali para pihak karena
apabila keadaan memaksa ini timbul bisaanya para pihak lebih diliputi oleh
perasaan emosi daripada logika atas suatu peristiwa yang terjadi.
6.
Secara umum kontrak kerja yang akan dibuat tentunya haruslah mengacu
kepada perundang-undangan yang berlaku. Peraturan yang mengatur mengenai dunia
konstruksi diantaranya UU No. 18/1999 Tentang Jasa Konstruksi, PP No.28/2000
Tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, PP No. 29/2000 Tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstriksi, PP No. 30/2000 Tentang Pembinaan
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, UU No. 30/2000 Tentang Arbritase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan-peraturan perundangan lainnya.
7.
Beberapa peraturan lain yang terkait dengan bangunan yang perlu
diperhatikan adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, Peraturan
Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan, dan Undang-Undang
No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
8.
Berkonsultasi
kepada para ahli sebelum menandatangani suatu kontrak atau perjanjian karena
bisaanya dalam suatu kontrak terdapat bahasa atau istilah yang memiliki
penafsiran berbeda.
MATERI 2
PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
2.
Uraian Umum
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang
terus menerus dilakukan untuk menuju perbaikan disegala bidang kehidupan
masyarakat dengan berdasarkan pada seperangkat nilai yang dianut, yang menuntun
masyarakat untuk mencapai tingkat kehidupan yang didambakan. Pembangunan disini
lebih diarahkan pada pembangunan potensi, inisiatif, daya kreasi, dan
kepribadian dari setiap warga masyarakat. Melalui pembangunan, masyarakat diharapkan
semakin mampu mengelola alam bagi peningkatan kesejahteraanya. Pembangunan
menuntut orientasi masa depan bagi kelestarian manusia dan alam.
Pembangunan nasional adalah suatu rangkaian upaya
pembangunan yang dilakukan secara berkesinambungan dalam semua bidang kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional. Pembangunan
nasional dilakukan dalam rangka merealisasikan tujuan nasional seperti yang
tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap
bangsa dan segenap tumpah darah indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pelaksanaan pembangunan mancakup aspek kehidupan bangsa,
yaitu aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan secara
berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk
memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang
sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju. Oleh karena itu,
sesungguhnya pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terus
menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia secara
benar, adil, dan merata, serta mengembangkan kehidupan masyarakat dan
penyelenggara negara yang maju dan demokratis berdasarkan Pancasila.
2.1
Prioritas
Pembangunan Nasional dalam Bidang Infrastruktur
Berdasarkan
literatur ekonomi pembangunan, infrastruktur merupakan pondasi dasar dalam
pertumbuhan ekonomi dan sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi.
Dengan adanya infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandar udara, dan kereta
api, maka akan mampu meningkatkan konektifitas dan menurunkan biaya logistik
sehingga produk-produk lokal bisa bersaing dengan produk impor. Apalagi
pembangunan infrastruktur di bidang energi, listrik, telekomunikasi, bendungan
dan irigasi, diharapkan dapat meningkatkan kemandirian bangsa ini dan menjadi
fondasi dari pembangunan ekonomi selanjutnya.
Pembangunan infrastruktur
merupakan bagian dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan
usaha yang dilakukan sebagai langkah untuk membangun manusia Indonesia. Hal ini
mengandung arti bahwa setiap kebijakan
yang akan diambil yang
berkaitan dengan pembangunan harus tertuju pada pembangunan yang merata di
seluruh wilayah Indonesia dan diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat agar
hasil pembangunan tersebut benar-benar dapat
dirasakan oleh
masyarakat sehingga pada akhirnya dapat berdampak terhadap perbaikan dan
peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia.
Tujuan pembangunan
pada dasarnya adalah untuk menciptakan kemajuan dibidang sosial dan ekonomi
secara berkesinambungan, tanpa mengabaikan persamaan hak dan menjunjung tinggi
prinsip-prinsip keadilan bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pembangunan
infrastruktur dimaksudkan untuk mencapai 3 (tiga) strategic goals yaitu:
1.
Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan
memperluas lapangan kerja.
2.
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal
ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa
dan meningkatkan akses infrastruktur bagi pertumbuhan ekonomi lokal.
3.
Meningkatkan kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk
mengurangi luas kawasan kumuh, perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil,
dan pulau-pulau kecil.
Berkaitan
dengan prioritas dan sasaran Pembangunan Nasional yang menjadi fokus pemerintah
antara lain mencakup:
1.
Pembangunan ekonomi, menitikberatkan
pada usaha peningkatan pendapatan masyarakat dalam berbagai kegiatan ekonomi
potensial, meningkatkan produktifitas pertanian dan non pertanian, memperbaiki
efisiensi dan meningkatkan pertumbuhan industri dan sektor-sektor pelayanan
publik secara meluas.
2.
Pembangunan lingkungan, bertujuan untuk
memelihara keseimbangan ekologi untuk menciptakan kondisi alamiah lingkungan
yang ramah dan bersahabat.
3.
Pembangunan kelembagaan yakni mendorong
partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan, memperbaiki tata kerja
administratif, desentralisasi dan mobilisasi sumber daya, penguatan lembaga.
4.
Pembangunan fisik dan sosial,
diantaranya adalah memperbaiki serta meningkatkan kualitas pendidikan, serta
mengembangkan keahlian tenaga kerja dan memperbaiki kualitas fasilitas
pelayanan dan infrastruktur (Adisasmita, 2013:35).
2.2
Pembangunan Infrastruktur dan
Peranannya
1.
Pembangunan Infrastruktur
Pembangunan Infrastruktur dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan dan tingkat kepentingan, sehingga diperlukan skala prioritas
pembangunannya, ada yang cukup dilaksanakan sekali saja dengan perawatan yang
berlanjut, namun juga ada yang sifatnya dinamis dan berpeluang berkembang.
Dalam setiap pembangunan jenis infrastruktur tidak dapat terlepas begitu saja
terhadap infrastruktur yang sudah ada maupun kemungkinannya untuk rencana
pengembangan kedepan, sehingga perlunya dibuat Rencana Umum Tata Ruang (RUTR),
RUTR adalah acuan yang perlu dipahami dan secara konsisten harus dapat
dilaksanakan sesuai yang ditetapkan.
Peta asta gatra (geografi, demografi dan kondisi
sosial) suatu wilayah baik yang berupa informasi tektual maupun peta rupa bumi
adalah merupakan sumber informasi yang perlu diketahui dan diantisipasi dalam
saat pembuatan RUTR maupun RUTRW karena dari data tersebut dapat diantisipasi
tingkat kebutuhan saat sekarang dan yang akan datang, dengan demikian khususnya
bagi pengembangan wilayah (RUTRW) sangat dimungkinkan untuk dilaksanakan mulai
dari awal secara terprogram dan antisipatif serta perlunya masukan dari
beberapa institusi terkait termasuk Departemen Pertahanan didalam
perencanaannya agar didalam pembangunannya terjadi keharmonisan dan tidak
tumpang tindih, siapa berbuat apa, serta diharapkan infrastruktur yang dibangun
nantinya tidak saja bermanfaat bagi pengguna tapi juga mampu berperan dalam
situasi negara dalam keadaan normal maupun darurat. Sedangkan bagi wilayah yang
tingkat dinamikanya tinggi seperti Jakarta dan kota-kota besar lainnya
diperlukan pemikiran untuk perlunya relokasi atau pembagian wilayah secara
bertahap, misalnya dimana pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan pemukiman
sehingga arus pemanfaatannya akan maksimal, praktis, ekonomis dan efisien.
Saat ini masih sering terlihat dalam setiap pembangunan
dan pengembangan infrastruktur berjalan sendiri-sendiri, tidak ada koordinasi
dengan pemerintah, khususnya tentang bagaimana aturan yang berlaku dan
spesifikasi teknis baku misalnya irigasi, jalan, telekomunikasi, kelistrikan,
kesehatan, pengaruh imbal balik dari dan ke wilayah disekitarnya yang baik
serta layak untuk diterapkan. Terkadang pengembang hanya membangun sekedar
pemenuhan syarat kelengkapan semata (bukan kelayakan) dan pemerintah kurang
peduli, sehingga yang terjadi hanyalah munculnya sebuah bangunan yang kurang
dapat dipertangungjawabkan kualitasnya dan termasuk bangunan vital seperti :
pusat distribusi listrik, menara telekomunikasi, gudang amunisi, pabrik bahan
kimia, saluran pembuangan limbah beracun dan berbahaya dan lain-lain yang
berada di sekitar pemukiman padat tanpa adanya unsur pertahanan dan keamanan yang
memadai. Hal demikian sangat mengganggu kenyamanan masyarakat setempat dan juga
merupakan hal rawan yang dapat dimanfaatkan. Kondisi seperti ini akan terus
berlanjut selama tidak adanya aturan baku serta kurangnya kepedulian pemerintah
dalam menyikapi dampak negatif dari setiap pembangunan infrastruktur.
Pemerintah harus peduli dan perlu menerbitkan serta
mensosialisasikan aturan dan spesifikasi teknis baku terhadap semua jenis
infrastruktur yang akan dibangun beserta sangsi tegas bagi pengembang bilamana
aturan yang ada dilanggar. Pemerintah dalam menyikapi dan mengambil
kebijaksanaan terhadap pemanfaatan infrastruktur yang ada kurang peduli, hal
ini dapat dilihat dari pemanfaatan infrastruktur yang ada sering melenceng dari
tujuannya misalnya perilaku angkutan kota (seperti angkot, bus, kereta api),
shelter, pasar, badan jalan, jalur hijau, trotoar, jembatan penyeberangan,
pencurian listrik dan lain-lain).
2.
Peranannya
Pembangunan
infrastruktur tentu didasarkan atas gagasan, maksud dan tujuan tidak saja bermanfat
untuk suatu golongan saja namun harus mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat luas. Tolak ukur keberhasilan pembangunan infrastruktur adalah
sejauh mana pemanfaatan dan dampaknya terhadap dinamika pembangunan ekonomi
masyarakat meningkat. Keterkaitan fungsi diantara infrastruktur yang ada sangat
menentukan tingkat kemanfaatannya.
2.3 Kebijakan Pemerintah dalam Infastruktur
Pembangunan
infrastruktur memang menjadi prioritas. Peran pemerintah sebagai yang
bertanggung jawab atas perkembangan dan kemajuan negara sangatlah penting. Oleh
karena itu, kebijakan pemerintahan yang baik menentukan hasil dan kemajuan
sebuah negara. Saat ini di Indonesia terdapat 245 Proyek Strategis Nasional
(PSN) yang sedang digarap oleh pemerintah, termasuk di dalamnya 37 proyek
prioritas. Seluruh proyek tersebut terbagi ke dalam 15 sektor dan 2 program,
seperti sektor jalan, pelabuhan, kereta api, bandar udara, bendungan, energi,
listrik dan telekomunikasi. Seluruh infrastruktur tersebut dibangun secara
simultan agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara serentak di beberapa
kawasan strategis di Indonesia seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan
Industri (KI) dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).Berdasarkan
pengalaman dalam fasilitasi dan pendampingan pembangunan infrastruktur yang
dilakukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP),
terutama yang masuk dalam PSN dan proyek prioritas, Berikut kebijakan
pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan persoalan serta peran pemerintah
di Indonesia antara lain:
1.
Persoalan pembebasan lahan
Isu pembebasan lahan hingga kini
masih menjadi faktor penghambat terbesar dalam pembangunan infrastruktur,
menyumbang sebesar 30% dari seluruh masalah pembangunan infrastruktur.
Persoalan pembebasan lahan banyak ditemukan di berbagai proyek infrastruktur di
Indonesia. Pembebasan lahan merupakan langkah mendasar dalam pembangunan. Jika
masalah pembebasan lahan belum selesai, maka tahap pembangunan berikutnya tidak
dapat berjalan. Persoalan yang muncul dalam pembebasan lahan meliputi kurangnya
alokasi dana pembebasan lahan dan lambatnya proses pengadaan lahan. Sebelum
kewenangan diberikan kepada Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara
(BLU LMAN), pembiayaan pembebasan lahan tersebar di masing-masing Kementerian/
Lembaga yang menyebabkan kurang berjalan efektif dan efisien. Setelah
ditetapkannya BLU LMAN sebagai satu-satunya badan yang membiayai pembebasan
lahan untuk PSN, maka proses pembebasan lahan menjadi lebih terkoordinir dengan
baik dan cepat. Selain itu, hadirnya UU no.2/2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum juga turut memudahkan proses pembebasan
lahan.
2.
Pembangunan infrastruktur perencanaan
dan penyiapan proyek, ini menempati urutan kedua yang berkontribusi sebesar 27%
dalam masalah pembangunan infrastruktur. Persoalan dalam perencanaan dan
penyiapan proyek ini terkait dengan masalah koordinasi antar stakeholder proyek
dan kualitas dokumen proyek. Pembangunan infrastruktur melibatkan banyak pihak,
mulai dari penanggung jawab proyek, kementerian/lembaga terkait, pemerintah
daerah, pemerintah desa, hingga masyarakat secara langsung, menyebabkan
sulitnya mencari titik temu dalam merencanakan proyek secara matang. Belum lagi
ketika berbicara tentang ego sektoral dimana masing-masing sektor merasa
memiliki kewenangan besar dalam pembangunan infrastruktur, seringkali
menyebakan kebuntuan.
3.
Keberadaan lembaga yang memiliki fungsi
koordinatif seperti KPPIP mampu menjadi solusi dalam mengatasi persoalan
koordinasi antar sektor. Sentralisasi lembaga seperti ini juga telah diterapkan
dalam beberapa urusan tertentu seperti pembebasan lahan yang saat ini
tersentralisir melalui BLU LMAN, perijinan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP), dan juga sentralisasi dalam hal investasi melalui Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM). Pembentukan lembaga-lembaga sentral untuk menangani
urusan tertentu inilah yang ke depan dapat meningkatkan percepatan dalam
pembangunan infrastruktur di Indonesia. Pemerintah saat ini juga tengah menyiapkan
kebijakan satu peta (one map policy)
agar tidak terjadi perbedaan rencana tata ruang di Indonesia. Persoalan lain
dalam hal perencanaan dan penyiapan proyek adalah pada partisipasi swasta.
Sejak awal rencana pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak ingin
membebankan APBN. Dalam perencanaan pembangunan infrastruktur di RPJMN
2015-2019 disebutkan bahwa dari kebutuhan pendanaan infrastruktur sebesar Rp
4.197 triliun, sebesar 55% diharapkan berasal dari investasi badan usaha
swasta. Untuk itu diperlukan dokumen proyek yang layak dan bisa memberikan
penjelasan kepada swasta. Kualitas
desain proyek selama ini dianggap kurang meyakinkan para investor untuk
berinvestasi dalam proyek pembangunan infrastruktur. Selain itu desain proyek yang dibuat belum memenuhi standar
internasional. Untuk itulah KPPIP mendapat mandat salah satunya untuk
menyiapkan dokumen desain penyiapan proyek berstandar internasional dalam
bentuk dokumen pra studi kelayakan atau Outline
Business Case (OBC) dan penetapan skema pendanaan. Dalam dokumen penyiapan proyek
tertera berbagai keterangan informasi mengenai proyek, seperti nilai investasi,
tingkat pengembalian investasi, keuntungan finansial yang akan didapat,
termasuk di dalamnya adalah fasilitas yang ditawarkan pemerintah serta proyeksi
resiko investasi.
4.
Pendanaan berkontribusi sebesar 25% dari
seluruh masalah infrastruktur. Dalam hal skema pendanaan ini terdapat 4 skema
yang ditetapkan pemerintah yaitu APBN, BUMN, baik atas inisiatif korporasi
maupun penugasan dari pemerintah, swasta, dan terakhir skema pendanaan
Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU).
Pemerintah
juga telah memberikan berbagai instrumen pendanaan infrastruktur yang dapat
menarik minat investor swasta terutama dalam skema KPBU seperti jaminan
Pemerintah, pembayaran Availability
Payment, dan dukungan konstruksi seperti Viability Gap Fund (VGF). Selain itu juga terdapat beberapa
instrumen pasar modal yang dikembangkan untuk infrastruktur seperti Kontrak
Investasi Kolektif (KIK) Dana Investasi Infrastruktur (DINFRA). Pemerintah juga sedang menyiapkan
skema baru berbentuk LCS (Limited
Concession Scheme) yaitu pembiayaan proyek melalui sumber dana swasta atas
pemberian konsesi dari suatu aset infrastruktur milik Pemerintah atau BUMN yang sudah beroperasi kepada
pihak swasta terkait untuk dioperasikan atau dikelola. Tujuannya agar
pembangunan infrastruktur yang sudah jalan dapat dikembangkan lagi asetnya oleh
swasta, dan uangnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur yang lain.
Berdasarkan
kebijakan pemerintah yang telah dibuat dan direncanakan, tentunya selalu ada
pro dan kontra, kelebihan serta kekurangan atas keputusan tersebut. Beberapa
kritik dan isu yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam penyusunan
kebijakan infrastruktur. Pertama, sejak tahun 2005, pemerintah sudah memulai
membuat kebijakan mengenai infrastruktur, yaitu peningkatan peran swasta dalam
pembangunan infrastruktur. Sebenarnya kebijakan ini bagus dan sangat realistis
karena kehadiran swasta diperlukan pada saat anggaran pemerintah mengalami
keterbatasan.
Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan bahwa dana untuk
pembangunan infrastruktur kurang dan tidak bisa diambil dari dana APBN saja.
Namun, pada perkembangan selanjutnya yaitu Tahun 2005 sampai sekarang. Kebijakan ini hanya menjadi kebijakan
tertulis tanpa ada implementasi dan realisasi dari kebijakan tersebut. Sudah
dapat dipastikan bahwa hasil dari kebijakan tersebut tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan. Selama ini peran swasta sama sekali belum dirasakan memadai,
bahkan bisa dikatakan hampir nihil karena paket kebijakan tersebut sepertinya
hanya berada pada tataran konsep saja. Implementasi paket kebijakan
infrastruktur menjadi lebih penting dari sekadar konsep.
Kedua, paket kebijakan pemerintah yang sangat krusial dan
paling sulit adalah dalam hal pengadaan tanah. Dalam pengadaan tanah ini
pemerintah hampir bisa dikatakan tidak bisa menyelesaikan secara maksimal. Hal
ini terjadi karena pemerintah harus berhadapan dengan dinamika transisi demokrasi
kurang terarah dan eforia reformasi yang ada di dalam masyarakat. Masyarakat,
atas nama reformasi, berani menentang dan memberontak keras terhadap berbagai
inisiatif yang datang dari negara. Ketika pembangunan infrastruktur melewati
tanah rakyat, negosiasi sangat sulit dilakukan, padahal kebutuhan barang publik
begitu mendesak. Hal sederhana saja, seperti yang terjadi pada pembangunan
jalan tol menuju ke Bandara Surabaya yang sampai saat ini belum selesai.
Bahkan, fenomena ini dijadikan ajang praktik percaloan oleh para pihak yang
tidak bertanggung jawab dengan menaikkan harga tanah setinggi-tingginya.Tentu
saja hal ini tidak benar dan merupakan praktik pemerasan terhadap negara. Jika
dahulu terjadi pemerasan kepada rakyat, sekarang sebaliknya. Negara menjadi
mandul dan tidak mampu mengembangkan fungsi publiknya secara baik.
Ketiga, pemerintah harus membuat dan mempunyai target untuk
mendukung rencana induk pengembangan infrastruktur. Hal ini bisa dikatakan
tidak terlalu sulit karena pemerintah sudah mempunyai cetak biru, seperti
pembangunan jalan tol, pasar, saluran air, dan jembatan.
Keempat, masalah lain yang kemudian muncul dalam kebijakan
pembangunan infrastruktur adalah masalah kelembagaan dan regulasi. Untuk
masalah ini, pemerintah sudah membentuk semacam komisi pengembangan
infrastruktur. Kelembagaan baru ini semestinya lebih produktif memfasilitasi
koordinasi antarmenteri atau departemen. Akan tetapi, semua itu bermuara pada
implementasi di lapangan. Justru kelemahan selama ini adalah dalam implementasi
kebijakan yang langsung pada injeksi modal dan memulai proyek.
Kebijakan yang selama ini sudah ada tampaknya belum dapat
diimplementasikan dengan baik. Sebagai contoh, Pemerintah Kabupaten Malang,
Jawa Timur, berupaya keras melakukan pembebasan tanah di jalur selatan yang
menghubungkan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Apa yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Malang tidak didukung oleh kinerja pemerintah pusat
sehingga pembangunan tersebut berhenti. Dari apa yang telah dikemukakan di
atas, sudah saatnya pemerintah bergerak dalam tataran praktis strategis bukan
hanya pada tataran konsep. Di samping itu, apa yang menjadi kebijakan
pemerintah dalam upaya pembangunan perekonomian bangsa harus didukung oleh
semua elemen masyarakat tanpa terkecuali sehingga tercipta sinergi antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
MATERI 3
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN)
3.
Fungsi
dan Peran APBN
3.1
Fungsi
APBN
1.
APBN sebagai alat mobilisasi dana
investasi
APBN di negara-negara sedang
berkembang adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya
sebagai alat untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu, besarnya tabungan pemerintah pada
suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya kebijakan fiskal baik pengeluaran maupun penerimaan
pemerintah mempunyai pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah
dapat memperbesar pendapatan nasional (expansionary),
tetapi penerimaan pemerintah dapat mengurangi pendapatan nasional (contractionary).
2. APBN
sebagai alat stabilisasi ekonomi
a. Pemerintah menentukan beberapa
kebijaksanaan di bidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan
stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Anggaran belanja
dipertahankan agar seimbang dalam arti bahwa pengeluaran total tidak melebihi
penerimaan total.
b. Tabungan
pemerintah diusahakan meningkat dari waktu ke waktu dengan tujuan agar mampu
menghilangkan ketergantungan terhadap bantuan luar negeri sebagai sumber
pembiayaan pembangunan.
c. Basis
perpajakan diusahakan diperluas secara berangsur-angsur dengan cara
mengintensifkan penaksiran pajak dan prosedur pengumpulannya.
d. Prioritas
harus diberikan kepada pengeluaran-pengeluaran produktif pembangunan, sedang pengeluaran-pengeluaran
rutin dibatasi. Subsidi kepada perusahaan-perusahaan negara dibatasi.
e. Kebijaksanaan
anggaran diarahkan pada sasaran untuk mendorong pemanfaatan secara maksimal
sumber-sumber dalam negeri.
3.2
Peran
APBN
Peran APBN dalam pemerintahan yaitu sebagai berikut:
a.
Menciptakan kestabilan keuangan ataupun moneter negara,
karena negara dapat mengatur jumlah uang yang beredar di masyarakat umum. Tanpa
adanya APBN dan tanpa adanya kestabilan uang yang beredar di masyarakat
nantinya akan membuat situasi kacau. Jika situasi sudah kacau berkaitan dengan
kestabilan uang yang beredar di masyarakat, akan menyusahkan pemerintahan
negara sendiri. Seperti contohnya adalah kekacauan tersebut berbentuk,
masyarakat yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin,
karena tidak adanya kestabilan uang yang beredar di masyarakat.
b.
Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di Indonesia dengan cara tersebut pemerintah mampu melihat
besarnya GNP dari satu tahun ke tahun yang selanjutnya.
c.
Memperlancar distribusi pendapatan. Lancarnya distribusi
pendapatan berfungsi untuk mengetahui sumber dana penerimaan dan penggunaan
dana untuk belanja para pegawai pemerintah. Selain itu juga dana untuk belanja
barang yang dilakukan oleh pegawai pemerintahan, dan sebagainya. Oleh karena
itu, para pihak yang mengatur distribusi pendapatan haruslah memastikan bahwa
distribusi pendapatan atau anggaran untuk para pegawai tidak terjadi masalah.
d.
Menciptakan investasi di masyarakat. Masyarakat selanjutnya
dapat mengembangkan bermacam-macam industri di dalam negeri. Masih banyak
sekali SDA yang ada di Indonesia yang bisa dikembangkan oleh masyarakat. Dengan
pengembangan investasi yang dikembangkan oleh masyarakat, akan membantu
perekonomian masyarakat itu sendiri maupun pendapatan bagi negara. Jadi seperti
simbiosis mutualisme. Simbiosis mutualisme sangatlah dibutuhkan bagi negara
berkembang seperti Indonesia ini, karena jika masyarakat berkembang
investasinya, tentunya negara pun berkembang juga dan pastinya mempengaruhi
kedudukannya di dunia.
3.3
Struktur APBN
Struktur APBN
terdiri dari pendapatan negara dan hibah, belanja negara, keseimbangan primer,
surplus atau defisit, dan pembiayaan. Sejak Tahun 2000, Indonesia telah menguba
komposisi APBN dari T-account menjadi I-account sesuai dengan standar statistik
keuangan pemerintah Government Finance Statistics (GFS).
3.3.1 Pendapatan Negara dan Hibah
3.3.1 Pendapatan Negara dan Hibah
Penerimaan APBN
diperoleh dari berbagai sumber. Secara umum yaitu penerimaan pajak yang
meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan
Pajak lainnya, serta Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor)
merupakan sumber penerimaan utama dari APBN. Selain itu, penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) meliputi penerimaan dari sumber daya alam, setoran laba BUMN, dan
penerimaan bukan pajak lainnya, walaupun memberikan kontribusi yang lebih kecil
terhadap total penerimaananggaran,jumlahnya semakin meningkat secara signifikan
tiap tahunnya.
Berbeda dengan sistem penganggaran sebelum tahun anggaran
2000, pada system penganggaran saat ini sumber-sumber pembiayaan (pinjaman)
tidak lagi dianggap sebagai bagian dari penerimaan. Dalam pengadministrasian
penerimaan negara, departemen atau lembaga tidak boleh menggunakan penerimaan
yang diperolehnya secara langsung untuk membiayai kebutuhannya. Beberapa
pengeculian dapat diberikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait.
3.3.2 Belanja Negara
a. Belanja pemerintah pusat
Belanja pemerintah pusat adalah belanja yang digunakan untuk membiayai
kegiatan pembangunan pemerintah pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun
di daerah. Belanja pemerintah pusat dapat di kelompokan menjadi:
1)
Belanja
pegawai
2)
Belanja
barang
3)
Belanja
modal
4)
Pembiayaan
bunga utang
5)
Subsidi
BBM dan subsidi non-BBM
6)
Belanja
hibah
7)
Belanja
sosial (termasuk penangulangan bencana)
8)
Belanja
lainnya
b.
Belanja
daerah
Belanja daerah adalah belanja yang dibagi-bagi ke pemerintah daerah untuk kemudian
masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja daerah meliputi:
1)
Dana
bagi hasil
2)
Dana
alokasi umum
3)
Dana
alokasi khusus
4)
Dana
otonomi khusus
3.3.3 Defisit dan Surplus
Defisit
atau surplus merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Pengeluaran
yang melebihi penerimaan disebut defisit; sebaliknya, penerimaan yang melebihi
pengeluaran disebut surplus. Sejak tahun 2000, Indonesia menerapkan anggaran defisit
menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang telah digunakan selama lebih
dari tiga puluh tahun. Dalam tampilan APBN, dikenal dua istilah defisit
anggaran, yaitu: keseimbangan primer (primary
balance) dan keseimbangan umum (overall
balance). Keseimbangan primer adalah total penerimaan dikurangi belanja
tidak termasuk pembayaran bunga. Keseimbangan umum adalah total
penerimaan dikurangi belanja termasuk pembayaran bunga.
3.3.4 Pembiayaan
Pembiayaan
disini meliputi:
a.
Pembiayaan
dalam negeri meliputi pembiayaan perbankan, privatisasi, surat utang Negara,
serta penyertaan modal Negara.
b.
Pembiayaan
luar negeri, meliputi penarikan pinjaman luar negeri, terdiri atas pinjaman
program dan pinjaman proyek.
c.
Pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri, terdiri atas jatuh tempo dan monatorium.
3.4 Prinsip-Prinsip Dalam APBN
Sejak
Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip, yaitu prinsip anggaran berimbang (balance budget), prinsip anggaran
dinamis dan prinsip anggaran fungsional. Masing-masing prinsip ini dapat diukur
dengan cara perhitungan tertentu (Susento, 1995).
Namun sejak tahun 1999 tidak lagi digunakan
prinsip anggaran berimbang dalam menyusun APBN. APBN disusun berdasarkan
prinsip anggaran defisit.
3.4.1 Prinsip Anggaran Defisit
Bedanya
dengan prinsip anggaran berimbang adalah bahwa pada anggaran defisit ditentukan
dengan:
a.
Pinjaman
LN tidak dicatat sebagai sumber penerimaan melainkan sebagai sumber pembiayaan.
b.
Defisit
anggaran ditutup dengan sumber pembiayaan DN + sumber pembiayaan LN (bersih)
3.4.2 Prinsip Anggaran Dinamis
Ada
anggaran dinamis absolut dan anggaran dinamis relatif. Anggaran dikatakan
bersifat dinamis absolut apabila TP dari tahun ke tahun terus meningkat. Anggaran
bersifat dinamis relatif apabila prosentase kenaikan TP (DTP) terus meningkat
atau prosentase ketergantungan pembiayaan pembangunan dari pinjaman luar negeri
terus menurun.
3.4.3 Prinsip Anggaran Fungsional
Anggaran
fungsional berarti bahwa bantuan atau pinjaman LN hanya berfungsi untuk
membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan
untuk membiayai anggaran belanja rutin. Prinsip ini sesuai dengan azas “bantuan
luar negeri hanya sebagai pelengkap” dalam pembiayaan pembangunan. Artinya
semakin kecil sumbangan bantuan/ pinjaman luar negeri terhadap pembiayaan
anggaran pembangunan, maka makin besar fungsionalitas anggaran. Di sini perlu kiranya diberi tolok ukur
kuantitatif untuk menentukann sampai seberapa jauh makna kata “sebagai
pelengkap” misalnya:
a.
Bila
nilai Ri > 50% maka bantuan atau pinjaman luar negeri sebagai
sumber daya utama
b.
Bila
nilai Ri = 20% - 50% maka bantuan atau pinjaman luar negeri sebagai sumber
dana penting
c.
Bila
nilai Ri < 20% maka bantuan atau pinjaman luar negeri
sebagai sumber dana pelengkap
DAFTAR PUSTAKA
Mukti
Ari, Suharja. Aspek Hukum Teknik Sipil.
https://www.scribd.com/user/274919927/Ari-Mukti-Suharja (diakses 26 Oktober 2018)
Luknanto,
Djoko. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/UU18-1999JasaKonstruksi.pdf (diakses 25 Oktober 2018)
Adnan, Indra. Aspek
Hukum dalam Konstruksi. http://indraadnan92.blogspot.com/2011/08/aspek-hukum-dalam-konstruksi.html (diakses 26 Oktober 2018)
Rachbini, Didik J. Kebijakan
Infrastruktur, Kritis pada Implementasi. https://pwkunpas.wordpress.com/welcome/ekonomi-kebijakan-infrastruktur-kritis-pada-implementasi/ (diakses 26 Oktober 2018)
Azhari, Adri Aswin. Prinsip
dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). http://layarasdos.blogspot.com/2014/06/prinsip-dalam-apbn-anggaran-pendapatan.html
(diakses 25
Oktober 2018)
Natoras, Podani. 2015. Struktur dan Susunan APBN.
http://ilmuef.blogspot.com/2015/12/struktur-dan-susunan-apbn.html (diakses 25 Oktober 2018)